Wednesday 13 June 2012

Balada Move On (fin)


Hello, nights :) 
hei guys. malam ini, semester 6 saya officially ended. Horee. Sebenarnya, I shed tears, soalnya, semester ini so precious, dan akhirnya berakhir kaya gini. Ya, saya tutup bersama kawan-kawan terbaik, dengan nongkrong dan jayus sama mas-mas di Comedy Kopi, Sutos. Saat semua lagi asyik tertawa, dan membicarakan orang lewat, aku memutuskan untuk berdiam, duduk, dan sedikit tersenyum, sembari mencoba merasakan kamu ada di sana, bersama kami, bersama ku. 

Yess, memenuhi janji saya untuk menceritakan akhir kisah dari mbak Grahita, di sini saya post surat menohok yang dibuat mbak Grahita di novel Treve(love)ing. Waktu aku baca surat ini untuk kedua kalinya, aku ngusap mata, air mata sedikit menggenang, mengingat apa yang tertulis, adalah apa yang sedang aku alami. So, here is it.. Surat yang mbak Grahita tulis buat Mr. Kopi nya.. :)


Dear Mr. Kopi,

Kamu pasti pernah mengalami yang namanya enggak enak badan, kan? Gejala-gejalanya kan agak enggan jelas gitu. Dibilang demam, enggak. Dikata pusing, enggak juga. Batuk pilek, juga enggak. Tapi intinya, badan rasanya enggak enak aja gitu. Ya, kan? Sama kayak perasaanku sekarang. Enggak enak aja gitu.

Salah satu penyebab enggak enak perasaan ini mungkin karena baru sahja aku ngeliat Facebook-mu dan ada status "Forgotten yet not forgiven. What a life"

Aku tahu, kamu bukan tipe orang yang curhat di social media. Itu sangat di luar kebiasaanmu, menuangkan isi hati langsung di social media, bukan dalam bentuk lirik lagu yang disamarkan seperti biasanya. Dan, pasti ada sebabnya jamu menulis status tersebut di Facebook saat semua orang telah beralih ke Twitter. Biar enggak ada yang mengetahui, mungkin? Aku pun baru membaca status tersebut setelah nyaris dua minggu kamu menuliskannya.

Well, let me confess something. Aku bukan enggak enak perasaan sewaktu membaca statusmu itu. I'm crying hard. Yet trying to be cool at the same time. Kamu tahu? Kamu melakukan dua kesalahan fatal dalam satu kalimat.

Forgotten yet not forgiven.

Kamu merasa terlupakan? Kamu merasa aku melupakanmu? Seandainya setiap sel tubuh bisa segitu gampangnya kusuruh untuk melupakanmu, tulisan ini mungkin enggak akan pernah tercipta. Dan lagi, aku sudah memaafkanmu kok. Aku marah, tapi tidak pernah lama. Hanya saja aku memang tidak pernah menunjukkan kalau aku sudah tidak marah lagi. Karena aku pikir toh itu tidak ada gunanya.

Tapi aku bersyukur waktu itu aku menemukan cara untuk melepaskan diri darimu. Kamu tahu salah satu ketakutan terbesarku selama ini? Ya, itu tadi. Aku takut aku tidak bisa melepaskan diri darimu.

Karena sejauh ini kamulah lelaki yang paling bisa membuatku merasa nyaman. Ingat semua cerita-ceritaku? Kamu pengingat detail yang baik, sangat baik malah. Aku yakin kamu ingat semuanya. Banyak sekali cerita yang hanya kupercayakan kepadamu, karena aku merasa nyaman bercerita kepadamu. Bawa cerita-cerita itu sampai nanti ajal menjemputmu, ya. Ceritakanlah kepada Tuhanmu bahwa dahulu kala ada seorang wanita dari Tuhan tetangga yang sebegitu mempercayakan rahasia-rahasianya kepadamu. 

Aku mempercayaimu, sampai saat ini, sampai saat nanti.

Karena sejauh ini kamulah lelaki yang paling bisa mengerti aku. Kamu tahu kalau aku sudah diam itu berarti aku sedang marah padamu. Dan, kamu akan mendiamkanku beberapa saat agar aku tenang, baru kemudian mulai menggoda dan menjahiliku agar aku tersenyum bahkan tertawa lagi. Tahu enggak sih, itu rasanya enggak enak banget. Lagi pengin marah, malah dibikin tertawa.

Karena kamu lelaki yang paling tahu apa yang mau aku ucapkan sebelum semua kalimatku selesai. Entahlah. Tampaknya kamu bisa membaca aku dengan begitu mudahnya. 

Wajar kan jadinya kalau aku bilang melepasmu merupakan salah satu hal tersulit yang pernah aku lakukan sejauh ini? Itu merupakan salah satu keputusan terbesar yang kuambil dalam menentukan jalan hidupku ke depan. Karena toh kita juga tahu pada akhirnya kita enggak akan bisa bersama, 

Bagaimanapun juga, selamat berbahagia. Aku akan mencari kebahagiaanku sendiri. Tanpa kamu. 

Terakhir, yang kamu perlu tahu. Seandainya kita memiliki Tuhan yang sama, aku enggak akan pernah membiarkan seorang pun mengambil kamu dariku. Tidak akan pernah,
Tidak. Akan. Pernah.
Okay, kuulangi.
TIDAK. AKAN. PERNAH.
Di kehidupan sekarang. Di kehidupan mendatang. Atau, di kehidupan kapan pun. Ingat itu, ya. Kamu mengingatnya saja, itu sudah lebih dari cukup kok bagiku. 

PS : kamu pasti memperhatikan kalau aku menggunakan kata-kata 'sejauh ini' beberapa kali. Itu memang kusengaja. Kamu pasti mengerti maksudku, kan? Life goes on :)


Ngetik ulang dari novel nya langsung, plus dengerin Just A Dream cover nya Jason Chen. 

0 Comments: