Tuesday, 9 August 2011

a home

Dulu, aku punya sebuah tempat yang begitu berharga di mata ku. Sebuah 'rumah' dengan orang-orang yang hangat di dalamnya. Dalam suka dan duka, mereka tetap hangat dan berbahagia. Sesekali gegabah menyergap mereka dan membuat mereka serius, tapi mereka tetaplah mereka, selalu kelihatan tenang dan menyenangkan bagi ku. Di 'rumah' ini aku belajar mengerti dan menghargai, bahwa sebuah hati memiliki kekangan dan batasan yang membuat dia tidak mampu berkembang, ada sebuah aturan tertulis yang mengikat dan kecendrungan menyakitkan. Hal itu lah yang membuat 'rumah' hangat ku, menjadi tidak hangat lagi. Aku pernah berjanji, aku akan menghangatkan rumah itu lagi, aku akan berusaha, dan apapun yang terjadi, aku akan bertahan di sana, di 'rumah' yang ku inginkan sejak dulu, saat itu aku sadar, itu adalah 'rumah'ku, tempat aku harus kembali, tempat aku berpulang. 

Namun sekarang, meski itu tetap 'rumah'ku, namun aku seperti tidak mengenali tempat itu lagi. Bukan tentang pemilik nya yang telah berganti, bukan tentang cat rumah nya yang tampak usang, bukan tentang kusen dan ubin-ubin nya, tapi tentang bagaimana pemilik baru itu memperlakukan 'rumah'ku.
'Rumah' ku tampak asing dengan atmosfer baru yang ada. Meski kusen-kusen nya tetap sama, tapi ada hawa dingin yang menyeruak. Meski ubin-ubin nya tetap usang, ada ke enggan an yang kuat untuk menerima pijakan pemilik baru. 
Aku menatap penampilan baru 'rumah' ku dengan air mata berlinang. Pekarangannya tidak terurus. Bunga-bunga layu, dedaunan menguning, rumput-rumput liar tumbuh dimana pun. Aku menghela napas berkali-kali. 

Aku ingin mengusir pergi pemilik baru itu, tapi aku lemah. Aku ingin meminta pemilik baru itu untuk mengurus bunga-bunga dan pohon-pohon, tapi dia tidak memandang itu semua. Aku lelah. Aku ingin menata perlahan bunga-bunga dan pohon-pohon yang ada. Aku akan menjelaskan kepada ubin agar ubin menjadi lega. Aku akan mengusap kusen dan berbisik bahwa 'semua akan baik-baik saja..' 
Aku akan memampukan hati ku untuk melindungi mereka dan menguatkan mereka, namun aku tidak bisa berbohong kalau aku telah kehilangan 'rumah'ku.

'Rumah" itu, adalah satu-satu nya tempat yang membuat aku begitu berarti.. Namun sekarang, apa bila aku membunuh diri ku di depan 'rumah' itu, apakah 'rumah' itu mau memaafkan aku karena tidak bisa melindungi nya lagi?


0 Comments: