Monday 25 June 2012

Finish Line

Langkah tertatih membawa sejuta rasa ini, akhirnya berujung. Hanya sedikit kesalahpahaman yang pada akhirnya mampu membuka mata ku untuk melihat sosok mu yang sesungguhnya. Mungkin, sudah cukup selama ini aku mengerti kamu, sudah cukup aku memaafkan kamu. Akhirnya kita sampai di garis akhir, bahwa memang ini tidak akan pernah bekerja selayaknya. Sakit yang terasa jauh lebih banyak melebihi tawa yang kita miliki, dan aku merasakannya sendiri, selalu sendiri. 
Aku tidak bahagia untuk mengakhiri semua ini, namun tidak juga terjatuh. Aku hanya terus bertanya, dan bertanya, inikah akhir cerita kita. Aku juga tidak akan meminta maaf. Mari kita lupakan semua ini, teruslah melangkah, dan jangan ingat aku sedikitpun, seperti yang selama ini selalu berhasil kamu lakukan, dan aku juga akan belajar membenci mu. 
Jika suatu ketika berada di tempat kenangan kita, aku berharap, tidak akan pernah mengingatnya lagi.
Jika suatu ketika mendengar nama mu tersebut, aku berharap, tidak akan menimbulkan sakit di hati ini.
Jika suatu ketika mendengar lagu kesukaan kita, aku berharap, itu hanyalah sebuah lagu.

Biarlah hidup berjalan seperti tidak pernah ada kisah tentang kita, tentang aku yang menyayangi mu. Ternyata, kita hanya berpapasan, tidak pernah benar-benar mengenal. Tapi, terimakasih, karena telah berpapasan dengan hidup ku. Terimakasih karena sempat bilang 'hello' dan menemani ku menunggu bis. Maaf membuang waktu mu. Itu tidak akan pernah terjadi lagi. Selanjutnya, jika kita berpapasan lagi, maka teruslah berjalan lurus, jangan menoleh, aku juga tidak akan. 

Tetap saja, 
terimakasih telah mengajari ku untuk selalu bersyukur.
terimakasih telah meluangkan banyak waktu untuk mendengar cerita ku.
terimakasih telah mencoba mengerti aku.
terimakasih telah bersedia mendampingi masa-masa berat ku.
terimakasih telah menyimpan mimpi ku.
terimakasih telah tertawa bersama ku.
terimakasih telah menerima semua pemberian ku.
terimakasih. 
terimakasih.
terimakasih. 
terimakasih untuk segalanya. sungguh, kamu tidak pernah mengerti betapa berartinya kamu dalam hidup ku. namun, segala yang telah kamu lakukan, kamu berikan, adalah yang terbaik. terimakasih. 

Tuesday 19 June 2012

Senandung Alam

Terlukis raut senyum mu di indahnya awan berarak
Ku tatap lama, meski tersengat
Namun, di sana lah engkau terpatri
Selaksana angin berhembus lembut
Membelai seluruh jiwa
Dan ku tersipu, kenangan kita menyentuh dasar hati
Menerbangkan butiran air mata
Ku memang tak mampu menggengam hati mu
Tak bisa bahkan menyentuhnya
Namun ku terbuai
Tatap mu, dan suara mu
Bergelombang bersama aliran air
Menusuk sedingin semilir angin malam
Dan ku tatap taburan bintang di angkasa
Bersyukur, boleh bersama mu
Di kejauhan titik temu ini
Membingkai tawa mu dalam cermin hati
Agar ku senantiasa bersyukur
Tuhan mengasihi kita
Hingga saat ini

Wednesday 13 June 2012

Balada Move On (fin)


Hello, nights :) 
hei guys. malam ini, semester 6 saya officially ended. Horee. Sebenarnya, I shed tears, soalnya, semester ini so precious, dan akhirnya berakhir kaya gini. Ya, saya tutup bersama kawan-kawan terbaik, dengan nongkrong dan jayus sama mas-mas di Comedy Kopi, Sutos. Saat semua lagi asyik tertawa, dan membicarakan orang lewat, aku memutuskan untuk berdiam, duduk, dan sedikit tersenyum, sembari mencoba merasakan kamu ada di sana, bersama kami, bersama ku. 

Yess, memenuhi janji saya untuk menceritakan akhir kisah dari mbak Grahita, di sini saya post surat menohok yang dibuat mbak Grahita di novel Treve(love)ing. Waktu aku baca surat ini untuk kedua kalinya, aku ngusap mata, air mata sedikit menggenang, mengingat apa yang tertulis, adalah apa yang sedang aku alami. So, here is it.. Surat yang mbak Grahita tulis buat Mr. Kopi nya.. :)


Dear Mr. Kopi,

Kamu pasti pernah mengalami yang namanya enggak enak badan, kan? Gejala-gejalanya kan agak enggan jelas gitu. Dibilang demam, enggak. Dikata pusing, enggak juga. Batuk pilek, juga enggak. Tapi intinya, badan rasanya enggak enak aja gitu. Ya, kan? Sama kayak perasaanku sekarang. Enggak enak aja gitu.

Salah satu penyebab enggak enak perasaan ini mungkin karena baru sahja aku ngeliat Facebook-mu dan ada status "Forgotten yet not forgiven. What a life"

Aku tahu, kamu bukan tipe orang yang curhat di social media. Itu sangat di luar kebiasaanmu, menuangkan isi hati langsung di social media, bukan dalam bentuk lirik lagu yang disamarkan seperti biasanya. Dan, pasti ada sebabnya jamu menulis status tersebut di Facebook saat semua orang telah beralih ke Twitter. Biar enggak ada yang mengetahui, mungkin? Aku pun baru membaca status tersebut setelah nyaris dua minggu kamu menuliskannya.

Well, let me confess something. Aku bukan enggak enak perasaan sewaktu membaca statusmu itu. I'm crying hard. Yet trying to be cool at the same time. Kamu tahu? Kamu melakukan dua kesalahan fatal dalam satu kalimat.

Forgotten yet not forgiven.

Kamu merasa terlupakan? Kamu merasa aku melupakanmu? Seandainya setiap sel tubuh bisa segitu gampangnya kusuruh untuk melupakanmu, tulisan ini mungkin enggak akan pernah tercipta. Dan lagi, aku sudah memaafkanmu kok. Aku marah, tapi tidak pernah lama. Hanya saja aku memang tidak pernah menunjukkan kalau aku sudah tidak marah lagi. Karena aku pikir toh itu tidak ada gunanya.

Tapi aku bersyukur waktu itu aku menemukan cara untuk melepaskan diri darimu. Kamu tahu salah satu ketakutan terbesarku selama ini? Ya, itu tadi. Aku takut aku tidak bisa melepaskan diri darimu.

Karena sejauh ini kamulah lelaki yang paling bisa membuatku merasa nyaman. Ingat semua cerita-ceritaku? Kamu pengingat detail yang baik, sangat baik malah. Aku yakin kamu ingat semuanya. Banyak sekali cerita yang hanya kupercayakan kepadamu, karena aku merasa nyaman bercerita kepadamu. Bawa cerita-cerita itu sampai nanti ajal menjemputmu, ya. Ceritakanlah kepada Tuhanmu bahwa dahulu kala ada seorang wanita dari Tuhan tetangga yang sebegitu mempercayakan rahasia-rahasianya kepadamu. 

Aku mempercayaimu, sampai saat ini, sampai saat nanti.

Karena sejauh ini kamulah lelaki yang paling bisa mengerti aku. Kamu tahu kalau aku sudah diam itu berarti aku sedang marah padamu. Dan, kamu akan mendiamkanku beberapa saat agar aku tenang, baru kemudian mulai menggoda dan menjahiliku agar aku tersenyum bahkan tertawa lagi. Tahu enggak sih, itu rasanya enggak enak banget. Lagi pengin marah, malah dibikin tertawa.

Karena kamu lelaki yang paling tahu apa yang mau aku ucapkan sebelum semua kalimatku selesai. Entahlah. Tampaknya kamu bisa membaca aku dengan begitu mudahnya. 

Wajar kan jadinya kalau aku bilang melepasmu merupakan salah satu hal tersulit yang pernah aku lakukan sejauh ini? Itu merupakan salah satu keputusan terbesar yang kuambil dalam menentukan jalan hidupku ke depan. Karena toh kita juga tahu pada akhirnya kita enggak akan bisa bersama, 

Bagaimanapun juga, selamat berbahagia. Aku akan mencari kebahagiaanku sendiri. Tanpa kamu. 

Terakhir, yang kamu perlu tahu. Seandainya kita memiliki Tuhan yang sama, aku enggak akan pernah membiarkan seorang pun mengambil kamu dariku. Tidak akan pernah,
Tidak. Akan. Pernah.
Okay, kuulangi.
TIDAK. AKAN. PERNAH.
Di kehidupan sekarang. Di kehidupan mendatang. Atau, di kehidupan kapan pun. Ingat itu, ya. Kamu mengingatnya saja, itu sudah lebih dari cukup kok bagiku. 

PS : kamu pasti memperhatikan kalau aku menggunakan kata-kata 'sejauh ini' beberapa kali. Itu memang kusengaja. Kamu pasti mengerti maksudku, kan? Life goes on :)


Ngetik ulang dari novel nya langsung, plus dengerin Just A Dream cover nya Jason Chen. 

Sunday 10 June 2012

masih tentang balada Move On :)

Hello nights :)

Dan guys, ini adalah UAS tergalau dan ter ter lainnya buat saya, karena cuma UAS di semester 6 ini, isinya adalah nge-mall. Oke, karena ngak mampu ke Bali kaya mbak Grahita, saya cukup puas aja dengan nge -mall keliling Surabaya. Sejak sebelum UAS, udah ngeluyur aja ke CW, Sutos, trus belakangan malah ke GC dua kali, perihal mas Calais ganteng, trus juga ke PTC, dan yang terbaru, udah dua malam ini mainannya di G-Walk. Btw, tau ngak kenapa aku membawa hatiku melangkah sejauh ini, ya bener banget, menghilangkan dia. Ngak ada yang tahu rasanya, saat kamu sedang dengar radio di kamar kos, moro-moro keputer lagu yang isinya kenangan kamu sama dia, dan satu-satunya hal yang bisa kamu lakuin adalah mengusap mata, menghapus air mata. Bayangkan? Apa aku segitu addicted nya sama dia sampai kaya gini? Ngak juga. Air mata ini bukan addicted, tapi lebih ke kangen kenangan waktu itu :)
Belum lagi, waktu kamu nonton FTV, yang kisah nya kaya kisah mu, dan kamu benar-benar ngak tahu harus kaya gimana, seakan-akan seluruh ruang di dunia ini ngak ada yang ngak ada dia nya, semua adalah dia dan tentang dia. 

Ok. Aku hampir gila. Duduk minum bubble tea, tiba-tiba ke inget dia, seandainya bisa share bubble tea ini sama dia. Duduk nunggu pesanan jagung, juga kepengen anterin dia jagung. Gue. sudah. gila. setidaknya itu yang aku sadar sepenuhnya. Ok, jadi simple nya, aku maish berjuang buat move on, tapi kalo gini ceritanya, lucu juga ya. Kemana kaki ku melangkah, segala kenangan tentang kita turut serta, seakan menjaga langkah ku. Sejauh apa aku membawa hati ini pergi, ada satu kenangan milik logika yang tidak berhenti berputar segala tentang dia. So? Gimana donk?

Aku pasrah. 
Benar-benar hanya waktu yang bisa jawab semuanya, and then, aku milih buat let it flow aja. Ikuti kemana takdir kita berjalan. Kemana titik kita bersinggungan nantinya, karena sekuat apa aku berusaha melupakanmu, yang ada, aku semakin sangat mengingatmu, dan itu akan semakin bikin aku hancur, kamu bahkan ngak tahu, seberapa pengennya aku kembali ke masa dulu :(
Apalagi? Aku nikmati aja setiap alurnya, bahagia, senang, ada ngak ada kamu, semua bakal pelan-pelan bikin hati dan pikiran ku ngerti, kalo kamu sama aku, memang ada di dunia yang berbeda. 

tapi, mungkin agak psycho, tapi satu wishes ku sihh, aku pengen punya mata mu donk, supaya aku bisa lihat, kamu mandang aku seperti apa sihh? *penasaran. 


*thanks buat mbak Mia dan mbak Grahita dari Trave(love)ing, yang sudah mention saya. Doakan saya lekas menyusul anda-anda yang sudah sukses Move On :) Move On memang tidak mudah, tidak sama sekali tidak, tapi ini satu-satunya cara, supaya aku bisa lihat sisi indah dunia lainnya, dunia dimana tidak ada orang yang tidak menyayangi kita seperti kita menyayangi mereka... *

Thursday 7 June 2012

Balada move on :)

hello nights :)

setelah beberapa hari ini jarang nulis, karena kesibukan menyiapkan UAS, kerja tugas merodi, dan pada akhirnya semua tugas sudah selesai, tinggal menyambut UAS ajaaa.. :D

di samping sibuk mengerjakan UAS, ada satu kesibukan baru yang aku punya, belajar move on :)
Ada satu novel yang baru aku beli, judulnya trave(love)ing.. Isinya tntng 4 orang (Dendi, Grahita, Mia dan Roy) dari latar belakang yang berbeda, ketemu lewat main #rhyme di Twitter, dan mereka sama-sama mau move on :) Mereka pake cara move on yang luar biasa menguras kocek, karena harus ke Malaysia, Singapur, Rafting di Bali, sampai ke Dubai. Luar biasa. Yang aku suka, adalah ceritanya Grahita, yang Rafting ke Bali.

-Grahita.. 
Dia rafting ke Bali sama teman-temannya, cuma buat melupakan mantannya yang akhirnya sepakat buat jadi stranger. Mr. Kopi, begitu Grahita menyebutnya, karena karakteristik cowo itu yang kaya kopi, mereka berawal dari sahabatan rekat, saling mengerti satu sama lain, dan akhirnya mutusin buat jadian, dan harus berakhir karena Tuhan nya Grahita, beda sama Tuhan nya Mr. Kopi. Grahita yang mutusin, dan Grahita sakit sungguhan. Cukup sedih, tapi apa boleh buat, hal-hal beda agama itu masih cukup berlaku. #rhyme favorit Grahita, I love Chocolate Jelly, you love beef wagyu. I went to Bali, just to forget you. Lalu, apakah Grahita bisa move on? Butuh waktu, bahkan saat dia jatuh dari perahu karet, dan ngapung di sungai, dia masih tetap mikirin Mr. Kopi. Dia bahkan masih tetap berharap bisa ketemu Mr. Kopi. Waktu beli oleh-oleh, dia ingat oleh-oleh buat Mr. Kopi, waktu mesen kopi, dia ingat kopi favorite Mr. Kopi, bahkan waktu dinner di Kuta, sambil nikmatin makanan kesukaannya, dia tetap nangis, karena saking pengennya Mr.Kopi ada di situ saat itu juga. Seperti itulah cinta. (Nanti aku bakal post ini ending dr critanya Grahita ini)

Tapiiii, meski critanya Grahita yang paling aku senang, bagian yang paling banyak sakitnya itu, bagian Mia. Di atas ketinggian langit Dubai, dia ngingat mantannya yang mutusin dia, dan benar-benar sakit. 'Perjalanan menyadarkan bahwa sejauh apa pun kita pergi, tetap ada sesuatu yang hilang. Bagi gue, dialah yang hilang. And I do really miss him much like a desert missed the rain.' Tapi, pada akhirnya Mia pun merelakan mantannya, bukan membuang kenangan itu, tapi dengan menutupnya. 

Pada intinya, buku ini cukup menginspirasi aku, bahwa move on, tidak semudah itu, tidak, sama sekali tidak. Jika mereka bilang move on itu mudah, berarti mereka tidak pernah benar-benar mencinta. dan, aku sendiri juga belum nemuin bagaimana caranya buat benar-benar move on, karena meski aku bisa tertawa, berfoto, jauh dalam hati kecil ku, aku tetap berharap, kamu ada di sini, kamu bareng aku ketawa dan foto. kalo dalam hati kecil ku, aku tetap pengen kita punya banyak waktu bersama. aku ngak bisa ngomong sama siapapun lagi, betapa mencekik nya perasaan ini, betapa kadang aku berharap kita bisa kembali jadi sahabat seperti dulu, bukan menjalani hubungan seperti dua orang asing seperti ini.  meski berapa kali pun kamu menyakiti, satu-satunya hal yang aku takut menimpa diri ku adalah, aku membenci kamu. sungguh. aku tidak pernah ingin membenci kamu. 

melewati jalan yang sama, tempat yang sama, semua ingatan tentang kamu, selalu saja hadir, seakan-akan dengan hangat menjaga aku. kamu. satu-satunya yang tidak pernah bisa ku singkirkan, sekuat apapun aku telah berusaha. kadang, aku merasa cukup tidak tahu diri, sangat tidak layak, bagaimana mungkin bisa sebegitu nya menyayangi kamu, aku sendiri juga tidak pernah tahu mengapa, dan aku cukup gila untuk membayangkan, kenapa dan bagaimana bisa. aku hanya mengikuti kata hati ku, untuk menyayangi mu, meski segalanya terlihat tidak baik-baik saja. 

aku tidak akan melarikan diri kemana pun untuk melupakan mu, Darwin bilang, biar waktu yang menjawab, dan aku akan membiarkan waktu yang menjawab takdir mu dan takdir ku, satu saja pinta ku, bisa kah kita kembali menjadi sahabat seperti dulu? karena kenangan ini cukup dalam menikam ku.